Pages

Migrasi ke Linux, kenapa enggak?

Posted by sufiawan on February 03, 2012

Mungkin bagi pengguna awam komputer sedikit asing dengan apa itu Linux, atau mungkin hanya sekedar tahu saja bahwa Linux merupakan salah satu Sistem Operasi. Disini saya tidak menjelaskan panjang lebar mengenai pengertian Linux untuk info lebih jelasnya, silahkan buka http://id.wikipedia.org/wiki/Linux atau www.linux.org.

Saya ingin mencoba memperkenalkan atau menganjurkan pengunaan Linux sebagai Sistem Operasi (baca : SO) utama maupun alternatif. Mengapa demikian, saya pernah berpikir, kita sebagai bangsa Indonesia tidak selamanya harus bergantung pada SO Windows dan berbagai aplikasi pihak ketiga yang berbayar. Bahkan mungkin menurut saya, ada indikasi bahwa Microsoft membiarkan pembajakan Windows di kalangan mahasiswa dan masyarakat Indonesia adalah agar pada saat mereka bekerja di sebuah perusahaan, mereka akan menggunakan SO Windows karena mereka sudah terbiasa menggunakan Windows. Dan mau tidak mau, perusahaan harus membeli lisensi Windows yang biayanya tidak sedikit, belum lagi untuk membeli lisensi Ms. Office dan atau aplikasi pihak ketiga lainnya.

Linux yang bersifat gratis dan open source hadir sebagai solusi alternatif permasalahan tersebut. Mengapa kita tidak menggunakan Linux dalam kehidupan sehari-hari kita?. Seperti digunakan di komputer pribadi, lingkungan sekolah / perguruan tinggi, warnet, atau lembaga-lembaga lainnya. Bahkan robot yang digunakan oleh NASA menggunakan sistem operasi Linux. Jika anda ingin mencoba bagaimana lingkungan linux tanpa harus menginstal dan khawatir akan kerusakan sistem, anda bisa mencoba Linux Live CD. Banyak distro atau varian-varian Linux yang bisa anda coba seperti SLAX, Knoppix, Ubuntu dll. Untuk lebih lanjutnya dan atau mendownload file iso Linux Live CD, silahkan buka Live CD List.

Indonesia telah berusaha untuk melakukan migrasi ke Linux salah satunya dengan membuat sebuah distro yang bernama IGOS (Indonesia Goes Open Source), silahkan buka www.igos.web.id untuk info dan download file iso. Masih ada banyak distro-distro Linux buatan dalam negeri seperti Xnuxer Linux (oleh Dani Firmansyah), UGOS (oleh UGM), JGOS (Yogyakarta) dll.

Berikut adalah beberapa keunggulan linux sebagai pertimbangan :
  1. Gratis dan bebas di distribusikan
  2. Lebih stabil
  3. Dapat merubah kode program sesuai keinginan karena bersifat OpenSource
  4. Umumnya, aplikasi yang ada bersifat gratis dan legal Memiliki dukungan perusahaan komersial seperti Oracle, Netscape, IBM, Corel, Sun, Informix, Adaptec dll.
  5. Memiliki syarat sistem minimal yang cukup rendah. Linux dapat dijalankan dengan spesifikasi komputer minimal : Prosesor : Mikroprosesor 386 (Intel, Amd, cyrix dll), RAM : 4 MB tanpa (GUI) 8 MB (dengan GUI), HardDisk : 85 MB.
  6. Linux merupakan sistem operasi 32-bit. Tidak ada kode 16-bit atau campuran sehingga kecil kemungkinan terjadi crash atau bentrok antar aplikasi.
  7. Setiap distro biasanya sudah memiliki aplikasi-aplikasi standar
  8. Tidak perlu melakukan defragment pada hardisk karen sistem file yang digunakan dalam Linux adalah ext2fs (Second Extended File System) yang memiliki keunggulan reduksi fragmentasi otomatis yang dapat meningkatkan kinerja baca/tulis harddisk.
  9. Dukungan 33 macam sistem file yang berbeda seperti FAT16, FAT32 (DOS), VFAT (win), HPFS (OS/2), MiniX, XeniX, SCO, Novell, UFS (Solaris) dsb.
  10. Dapat melakukan Remote control. Setiap pengguna linux yang memanfaatkan port 23 dengan program telnet dapat mengendalikan komputer linux dari manapun seperti seolah olah pengguna berada di hadapannya langsung.
  11. Resiko terkena virus sangat kecil karena hanya 2% dari virus yang ada yang menyerang Linux.
Jadi, Linux, kenapa enggak?
More aboutMigrasi ke Linux, kenapa enggak?

Dirikanlah Sholatmu!

Posted by sufiawan on January 31, 2012

Ketika sedang asik berinteraksi di jejaring sosial, muncul sebuah notifikasi yang memberi tahu bahwa salah satu teman saya mengirimkan sesuatu di grup. Karena ingin tahu apa yang dia kirimkan, saya membuka notifikasi itu. Rupanya teman saya itu mengirim sebuah link video. Penasaran dengan judulnya yang berbunyi "i never seen this type of Heart touching video", segeralah saya buka dan mengunduh video tersebut. Ternyata isinya cukup menarik dan bermanfaat juga bagi kita, terutama bagi orang-orang yang suka melalaikan pada ibadah Sholatnya. Daripada penasaran videonya seperti apa, silahkan buffer videonya di bawah ini.


Pesannya : Ketika datang waktu sholat, maka tinggalkanlah semua urusan dan bersegeralah mengerjakan shalat.
Semoga bermanfaat :)
More aboutDirikanlah Sholatmu!

Dalil Pekan Ini : Silaturrahim

Posted by sufiawan on January 11, 2012

Mencari ilham untuk menulis itu sangat sulit buat saya, apalagi saya adalah orang yang tergolong tidak pandai merangkai kata-kata :P. Tapi karena berusaha menyesuaikan dengan tagline blog ini, akhirnya saya memilih untuk mencoba menulis beberapa ayat atau hadits yang sekiranya cukup baik untuk disampaikan.

Oke, pada kesempatan ini, saya ingin memberikan sebuah Hadits yang diriwayatkan di Shahih Bukhari.
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِيْ رِزْقِهِ وَ يُنْسَأَ لَهُ فِيْ أَثَرِهِ فَلْيَصِلَ رَحِمَهُ
Artinya : Siapa saja yang ingin diluaskan atau dibentangkan rizqinya dan dipanjangkan umurnya, maka menyambunglah pada famili (silaturrahim).
Semua orang tentu ingin jika rizqinya dimudahkan, dilancarkan dan diluaskan oleh Allah. Berdasarkan hadits di atas, salah satu cara yang bisa kita tempuh adalah dengan menyambung famili atau silaturrahim. Bisa kita lakukan dengan berkunjung ke tempat sanak saudara, kerabat maupun orang yang sekiranya perlu untuk kita sambangi. Terlebih jika kita jarang bertemu dengan mereka. Sehingga hubungan kepada famili kita bisa terjaga lebih erat.
More aboutDalil Pekan Ini : Silaturrahim

Peringkat UGM, UI, ITB. Seberapa Pentingkah?

Posted by sufiawan on December 09, 2011



“Jelas UI lah paling oke.. Siapa si yang gak kenal sama jaket kuning?”
“ITB gak tertandingi! Teknik paling bagus seIndonesia gitu..”
“UGM donk! Perusahaan kalo mau rekrut pegawai pasti yang pertama dituju UGM!”

Begitulah kira-kira perdebatan untuk memperebutkan tahta menjadi perguruan terbaik di Indonesia ini terus terjadi sejak bertahun-tahun silam. Secara kuantitatif, penilaian rangking banyak dilakukan oleh beberapa lembaga survei independen seperti QS dan Webometric. Kita bisa dengan mudah melihat  siapa lebih di atas, siapa yang ada di antaranya, dan siapa yang ada di urutan terbawah (tergantung borang penilaian). [VISIT -> http://www.topuniversities.com/university-rankings/asian-university-rankings/2011]

Semua orang juga bisa membaca tabel dari QS tersebut dan melihat bahwa UI berada di urutan 50, UGM di urutan 80, dan ITB di urutan 98 se Asia. Namun, apa yang seharusnya kita interpretasikan dari data tersebut? Apakah kesimpulannya anak UI lebih unggul daripada UGM dan ITB? TIDAK, BUKAN SEPERTI ITU! Sama sekali tidak penting siapa ada di urutan berapa, yang paling esensial adalah ke arah mana kita menuju.

Jika kita lihat tabel dari situs asli QS, maka kita bisa mempelajari dengan seksama bahwasanya ada 49 universitas lain dari seluruh Asia yang posisinya ada di atas UI. Universitas-universitas unggulan di Indonesia masih tertinggal jauh dibanding negara-negara Asia lain seperti Hongkong, Jepang, dan Singapura.

Kenapa bisa demikian? Padahal kita tahu bahwa banyak mahasiswa baik dari UI, ITB, maupun UGM yang sangat cemerlang dan memperoleh penghargaan di tingkat internasional. Kita punya profesor-profesor yang menunjang setiap kegiatan akademis kita, fisik kampus kita bagus, fasilitas lengkap, akses terhadap informasi memadai, tetapi baik UI, UGM, dan ITB masih sulit mengejar ketertinggalan dibandingkan kampus-kampus seperti HKUST, NUS, bahkan UM (Malaysia) di level Asia ini.

Seperti ilustrasi dialog di atas, para mahasiswa kita justru lebih banyak memperdebatkan siapa yang berhak meraih posisi pertama di Indonesia, bukannya mencari tahu kenapa kita belum bisa menyalip saingan-saingan berat kita dari luar negeri. Sentimen-sentimen negatif, kepicikan, dan persaingan tidak sehat sering terjadi ketika mahasiswa UI bertemu dengan ITB juga UGM dalam berbagai ajang kompetisi. Arogansi almamater kerap dinomorsatukan daripada kebanggaan akan satu identitas yang sama, INDONESIA.

Apa saja kemungkinan yang menyebabkan mahasiswa kita menganggap kampus satu dengan lainnya harus bermusuhan? Barangkali mereka pikir hal ini menjadi salah satu ajang pertarungan hidup dan mati untuk mereka bisa mendapatkan kesempatan beasiswa ke luar negeri. Dan yang lebih krusial tentu saja alaumni kampus yang satu akan menganggap alumni kampus lain sebagai rival saat mencari pekerjaan.

Untuk itulah kita harus mulai membangun paradigma baru karena UI, UGM, maupun ITB sejatinya merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi. Kita telah menerima amanah besar sebagai pelita peradaban ilmiah di negeri ini. Tegakah kita terus mengejar ambisi pribadi/golongan tertentu saja dan malah mengorbankan rintihan ratusan juta rakyat kita yang menanti akan kehidupan yang lebih baik di luar sana?

Seharusnya mahasiswa UI, UGM, dan ITB mulai menegakkan kembali tiang-tiang pancang negeri ini yang sudah runtuh. Pekerjaan ini bukan sesuatu yang mudah dan tidak akan mungkin bisa dilakukan sendiri. Di sinilah kita membutuhkan sinergi yang nyata antar kampus.

Kita sangat butuh untuk memulai membuka dialog untuk ikut berpikir secara kritis apa yang bisa kita lakukan bersama-sama untuk negeri ini. Banyak kombinasi prestasi antara UI, UGM, dan ITB yang bila diimplementasikan akan berdampak masif untuk masyarakat. Hal ini bisa dilakukan oleh masing-masing mahasiswa secara mandiri, tidak perlu menunggu perintah dari organisasi formal seperti BEM atau Ikatan Mahasiswa.

Setumpuk hal menyenangkan bisa kita lakukan bersama-sama, misalnya saja mahasiswa Teknik Material UI dan Teknik Material ITB bisa melakukan riset bersama untuk mengkreasikan sel surya bagi kepentingan listrik desa-desa terpencil, mahasiswa FE UI dan FE UGM bisa mulai membangun banyak UMKM untuk memberdayakan masyarakat marginal, mahasiswa Arsitektur ITB bisa bekerja sama dengan Arsitektur UGM mengikuti pameran-pameran internasional demi mempromosikan keunikan rumah-rumah tradisional Indonesia, dan terakhir ketiganya mungkin bisa ikut mengkontribusikan kemampuan terbaiknya untuk membangun sebuah industri pertambangan sehingga kita bisa terbebas dari cengkeraman perusahaan-perusahaan tambang asing yang sudah mengeruk habis kekayaan alam kita.

Dengan kerja sama tersebut, kita juga bisa ikut mendorong agar rangking ketiga kampus ini bisa lebih terangkat naik. Mungkin kita harus menjadikan target UI, UGM, dan ITB setidaknya bisa tembus 10 besar Asia. Setelah ketiga kampus tersebut bisa masuk ke 10 besar, maka ketiganya akan bisa menarik serta kampus-kampus lain di Indonesia untuk meningkatkan kualitasnya hingga merangkak naik menyusul.

Jika tiap kampus masih terus berjalan sendiri, pasti akan sulit sekali mengungguli kampus-kampus negara maju itu. Contohnya saja UI yang tahun 2009 menempati peringkat 201 terbaik dunia, tetapi tahun 2011 malah merosot menjadi rangking 217. Bagaimana nasib UI di masa depan dan apakah UGM dan ITB harus mengalami hal yang serupa?

Banyak hal lain yang bisa kita lakukan dan dapatkan sebenarnya dari sini. Ambil contoh seandainya ada salah seorang alumni UI yang kuliah di Jepang dan dia mengetahui akan ada konferensi roket internasional. Maka meskipun bukan almamaternya, ia akan tetap mengajak kawan-kawannya dari Teknik Dirgantara ITB untuk berpartisipasi. Misalnya lagi ada alumni ITB di Swiss yang mengetahui ada program short research di CERN, maka ia tidak akan sungkan mengompor-ngompori temannya dari Teknik Nuklir UGM untuk ikut mendaftar. Dan bila ada mahasiswa Komunikasi UGM mengetahui akan ada seminar mengenai submarine di London yang masih mencari nara sumber, maka dia akan langsung menawarkan untuk mengundang lulusan Teknik Perkapalan UI. Ini adalah beberapa karakter yang mengedepankan kepentingan bangsa dibandingkan egoisme pribadi.

Pola pemikiran berebut job vacancy bagi lulusan UI, UGM, dan ITB seharusnya sudah dibuang ke tong sampah sejak dulu. Untuk apa kuliah di kampus terbaik jika akhirnya kita hanya menjadi karyawan perusahaan-perusahaan asing dimana seberapa keraspun kita bekerja tidak akan pernah menyentuh jabatan teratas. Rencana hidup setelah lulus akan bertitel sebagai JOB SEEKER seharusnya diubah menjadi JOB GIVER.

Bayangkan saja, apabila banyak lulusan kampus tersebut bisa menggalang kekuatan untuk bersatu menumbuhkan industri-industri baru di negara kita, tentu negara kita seperti diberikan jet engine yang bisa membuatnya terbang ke atas dalam waktu yang singkat. Selain itu, jika alumni UI, UGM, maupun ITB yang berprestasi bisa dikumpulkan dalam satu wadah, maka kita tidak perlu repot-repot lagi mencari mata air ilmu dari negara lain.

Justru kita bisa menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara maju yang menjadi tujuan orang asing untuk memperoleh pendidikan. Jadi, pemikiran-pemikiran linear bak mencari kerja setelah kuliah ataupun mengais beasiswa di luar negeri seharusnya bisa direkayasa agar kita justru yang memberi kerja serta menebarkan banyak kesempatan beasiswa.
“Para Visioner adalah orang-orang yang pemikirannya Out of The Box” (Prof Gumilar Rusliwa Soemantri – Rektor UI)
Nasionalisme bisa ditumbuhkan kapanpun, dimanapun, dan oleh siapapun. Kecintaan pada negeri ini tidak ditunjukkan dengan cara menyanyikan Indonesia Raya keras-keras di tengah Bundaran HI. Cinta butuh pembuktian, cinta butuh pengorbanan! Perasaan senasib dan seidentitas bisa menjadi driving force yang sangat baik agar kita tetap konsisten bersama-sama memperjuangkan kesejahteraan 250 juta rakyat Indonesia. Hanya orang CUPU yang masih bersikap egois dan arogan.

Kita harus bisa bertindak lebih cekatan dan melihat peluang-peluang apa yang semenjak dahulu luput dari penglihatan kita. Di saat-saat kritis seperti ini, kita bukan hanya perlu berjalan maju, kita butuh loncatan besar untuk meraih cita-cita mulia bangsa ini.
“AYO BEKERJASAMA! Tidak ada peradaban besar yang bisa dibangun sendirian, sekalipun oleh orang yang hebat. Semua harus didukung dengan kerjasama, antara yang satu dengan yang lainnya.” (Eep Syaifullah)

Sumber : www.anakui.com
More aboutPeringkat UGM, UI, ITB. Seberapa Pentingkah?

Ayo Menulis!!!

Posted by sufiawan on November 03, 2011

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


Mungkin kedengarannya judul di atas terdengar aneh. Pasalnya, judul tersebut adalah ajakan untuk menulis, padahal yang mengajak baru memulai untuk menulis. Mungkin sebaiknya, judulnya diganti menjadi "Ajari Aku Menulis". Akan terlihat lebih pas dan cocok bagi Saya yang "belum bisa menulis". Kalau begitu, abaikan saja judul di atas dan anggap saja ajakan terutama bagi Saya sendiri dan bagi siapa saja untuk "belajar menulis". :D

Sebenarnya sudah cukup lama sekali blog ini Saya buat, dan banyak keinginan untuk mau menulis. Namun karena Saya manusia dan punya sifat asli manusia yakni "malas". Alhasil, blog ini tidak memiliki banyak tulisan dan menjadi tidak terawat.
More aboutAyo Menulis!!!